Kejayaan Angkatan Perang Indonesia Tahun 1960-an
DENGAN menuliskan ini, saya tidak bermaksud menonjol-nonjolkan peranan militer Indonesia di masa lalu, meskipun memang ada. Tetapi, saya hanya ingin melihat dalam satu aspek saja, yaitu, bagaimana Bung Karno membangun angkatan perang yang kuat, dan sejalan dengan visi Negara baru yang merdeka dan bedaulat.
Pada tahun 1950-1960-an, ketika Indonesia baru saja merdeka dan
sedang dikepung dari imperialism dari segala sudut, negeri muda ini
memiliki angkatan perang yang sangat tangguh, bahkan disegani di dunia.
Namun, sebelum kita membahas mengenai angkatan perang yang gemilang
itu, alangkah baiknya jika diberi pengantar sedikit mengenai situasi
politik saat itu. Karena, situasi politik saat itu sangat membidani
lahirnya angkatan perang yang tangguh itu.
Latar belakang Politik
Sebelum revolusi Agustus 1945 hingga menjelang provokasi Madiun 1948,
Soviet banyak menyokong perjuangan rakyat Indonesia, bukan hanya dalam
sokongan politik tetapi juga bantuan material. Sementara itu pembelaan
yang dilakukan oleh Dmitri Manuilski dan Andrei Wsjinski atas
kemerdekaan Indonesia di arena PBB, membikin nama Republik sovyet
Sosialis Ukrainia dan Uni Republik-republik Soviet Sosialis umumnya
harum sekali di Indonesia.
Di tahun 1948, Soviet sudah mengulurkan tangan untuk bekerjasama
dengan Indonesia, namun semua itu tertunda akibat meletusnya provokasi
madiun. Boleh dikatakan, bahwa setelah provokasi Madiun meletus,
sokongan tanpa balas budi dari Soviet turut terhenti, dan digantikan
oleh campur tangan Amerika Serikat dan sekutunya.
AS, yang telah mengambil peranan lewat Komisi Tiga Negara (KTN),
berhasil menggiring Indonesia dan Belanda ke meja perundingan, yaitu
Konferensi Meja Bundar (KMB), yang melahirkan sebuah pengakuan formal
akan kemerdekaan Indonesia, tetapi melanjutkan kolonialisme terselubung
di negeri ini.
Pada tanggal 6 September 1950, seorang tokoh sangat kuat di Masyumi,
Natsir, telah memimpin pemerintahan, dan membagi kekuasaannya dengan
Partai Sosialis Indonesia (PSI), tetapi menutup pintu untuk golongan
kiri.
Karena lebih berorientasi kepada Barat, maka pemerintahan ini sangat
anti kepada blok lawannya, yaitu golongan anti-imperialis atau kubu
sosialis. Sehingga, kendati Soviet telah mengulurkan tangan untuk
kerjasama dengan Negara baru ini, tetapi pemerintahan Natsir terlihat
ragu untuk menerimanya.
Setelah Natsir berakhir, kekuasaan dialihkan kepada seorang mitranya
yang tidak kalah anti-kirinya, yaitu Sukiman, yang memegang kekuasaan
sejak Maret 1951. Meskipun Sukiman menggeser politik luar negeri
Indonesia semakin menjauh dari Belanda, namun semakin kelihatan merapat
dengan AS, imperialis lainnya yang tak kalah kejamnya.
Pada bulan Februari 1952, tanpa sepengetahuan parlemen, pemerintahan
ini telah menandatangi perjanjian “Jaminan Keamanan Bersama” dengan AS,
yang telah mengesahkan bantuan militer AS untuk Indonesia.
Sukiman berakhir pada tahun 1952 dan kemudian digantikan oleh tokoh
PNI, Wilopo, yang sedikit banyaknya telah merubah haluan politik luar
negeri Indonesia. Meskipun pemerintah baru ini masih bersedia menerima
bantuan ekonomi dan teknis dari AS, tetapi telah bersikap kritis
terhadap Negara adidaya itu.
Imbangan kekuatan makin cepat bergesernya ketika Ali Sastroamidjoyo,
salah satu tokoh penting PNI, menjadi perdana menteri. Pada tahun 1953,
Indonesia telah mengirim dubesnya yang pertama ke Peking, dan, pada
tahun 1954, telah terjadi tukar-menukar dubes antara Indonesia-USSR.
Pergeseran ini juga tercermin dalam politik internasionalnya, dimana
Indonesia telah mengeritik perang Korea, dan menolak untuk bergabung
dengan fakta militer bentukan AS dan sekutunya, SEATO. Menlu AS saat
itu, John Foster Dulles, menyebut perubahan sikap Indonesia ini sebagai
“politik amoral”.
Pada tahun 1956, dalam suasana perjuangan mengembalikan Irian barat
ke pangkuan ibu pertiwi, Bung Karno telah memulai kunjungan ke beberapa
Negara, diantaranya, AS, USSR, dan Tiongkok. Meskipun kunjungannya ke AS
mendapat sambutan hangat dan berpidato di beberapa tempat di negeri
itu, namun penguasa AS kelihatannya memihak kepada Belanda terkait
persoalan Irian Barat.
Ketika berkunjung ke USSR, Bung Karno tidak hanya menemukan sebuah
suasana yang hangat, tetapi juga dukungan dari Soviet terkait perjuangan
nasionalnya. Kedua Negara sepakat menjalin kerjasama, dimana Soviet
mengucurkan dana sebesar 100 juta USD.
Setelah
perang dunia ke-2 berakhir yang menelan banyak korban. Terjadilah fase
perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Sovyet. Dan kemudian
indonesia merdeka di tahun 1945 dimana masih terjadi pergulatan ideologi
apa yang akan dipakai oleh NKRI waktu itu. Disinilah mantan Presiden
Soekarno memainkan peran politik yang kuat terhadap Uni Sovyet yang kala
itu berideologi komunis. Karena ketakutan Uni Sovyet akan jatuhnya
Indonesia ketangan Belanda dan sekutu yang kemudian nantinya akan
membuat Ideologi Kapitalis yang di usung Amerika akan tumbuh subur di
Republik Indonesia. Inilah yang pada akhirnya membuat hubungan Soekarno
begitu mesra dengan Uni Sovyet dan tentunya Soekarno anti Amerika.
Dengan itu Uni Sovyet mendukung kekuatan militer Indonesia secara
besar-besaran dengan mengirimkan persenjataan super canggih nan mutakhir
ke RI. Sehingga kekuatan militer Indonesia adalah salah satu yang
terbesar dan terkuat di dunia pada waktu itu bahkan kekuatan Belanda
sudah tidak sebanding dengan Indonesia, dan Amerika sangat khawatir
dengan perkembangan kekuatan militer kita.
Gambar Persiden Soekarno Dan Kekuatan Militer pada Saat Itu
1960,
Belanda masih bercokol di Papua. Melihat kekuatan Republik Indonesia
yang makin hebat, Belanda yang didukung Barat merancang muslihat untuk
membentuk negara boneka yang seakan-akan merdeka, tapi masih dibawah
kendali Belanda.
Presiden
Sukarno segera mengambil tindakan ekstrim, tujuannya, merebut kembali
Papua. Sukarno segera mengeluarkan maklumat "Trikora" di Yogyakarta, dan
isinya adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.
Berkat
kedekatan Indonesia dengan Sovyet, maka Indonesia mendapatkan bantuan
besar-besaran kekuatan armada laut dan udara militer termaju di dunia
dengan nilai raksasa, US$ 2.5 milyar. Saat ini, kekuatan militer
Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan. Kekuatan
utama Indonesia di saat Trikora itu adalah salahsatu kapal perang
terbesar dan tercepat di dunia buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan
12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Ini adalah KRI Irian, dengan bobot
raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira.
Sovyet, tidak pernah sekalipun memberikan kapal sekuat ini pada bangsa
lain manapun, kecuali Indonesia. (kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang
dari kelas Sigma hanya berbobot 1600 ton).
Gambar Kapal KRI Irian yang begitu ditakuti Amerika dan Sekutu
Gambar Kapal Selam Whiskey
Angkatan
udara Indonesia juga menjadi salahsatu armada udara paling mematikan di
dunia, yang terdiri dari lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu.
Armada ini terdiri dari :
1. 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed.
2. 30 pesawat MiG-15.
3. 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17.
4. 10 pesawat supersonic MiG-19.
Pesawat
MiG-21 Fishbed adalah salahsatu pesawat supersonic tercanggih di dunia,
yang telah mampu terbang dengan kecepatan mencapai Mach 2. Pesawat ini
bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat
supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih
mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II seperti P-51
Mustang. Sebagai catatan, kedahsyatan pesawat-pesawat MiG-21 dan MiG-17
di Perang Vietnam sampai mendorong Amerika mendirikan United States Navy
Strike Fighter Tactics Instructor, pusat latihan pilot-pilot terbaik
yang dikenal dengan nama TOP GUN.
Gambar pesawat Tempur MiG-21 Fishbed
Gambar pesawat Tempur MiG-15
Gambar High-Subsonic MiG-17
Gambar Supersonic MiG-19.
Indonesia
juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev
(Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari hanya 4
bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika, Rusia,
dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi,
Surabaya. Bahkan China dan Australia pun belum memiliki pesawat pembom
strategis seperti ini. Pembom ini juga dilengkapi berbagai peralatan
elektronik canggih dan rudal khusus anti kapal perang AS-1 Kennel, yang
daya ledaknya bisa dengan mudah menenggelamkan kapal-kapal tempur Barat.
Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan kapal
tempur kelas Corvette, 9 helikopter terbesar di dunia MI-6, 41
helikopter MI-4, berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut
berat Antonov An-12B. Total, Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur.
Belum lagi ribuan senapan serbu terbaik saat itu dan masih menjadi
legendaris sampai saat ini, AK-47.
Gambar Pesawat Pengebom Tupolev TU-16
Pesawat Tempur B-25 Mitchells
Gambar Pesawat pengangkut Antonov An-12B
Gambar Helikopter MI-4
Gambar helikopter MI-6
Ini
semua membuat Indonesia menjadi salasahtu kekuatan militer laut dan
udara terkuat di dunia. Begitu hebat efeknya, sehingga Amerika di bawah
pimpinan John F. Kennedy memaksa Belanda untuk segera keluar dari Papua,
dan menyatakan dalam forum PBB bahwa peralihan kekuasaan di Papua, dari
Belanda ke Indonesia adalah sesuatu yang bisa diterima. Tapi setelah
orde lama berakhir dan Orde baru berkuasa semua kedigdayaan presiden
Soekarno dengan kekuatan Persenjataan sepercanggih tadi menjadi tidak
jelas keberadaannya seolah-olah prestasi itu dikubur dan sekarang hanya
menjadi sejarah.
Peranan Soviet Memperkuat Angkatan Perang Indonesia
Pada tahun 1961, dalam sebuah pidatonya di Moskow, Bung Karno telah
menandaskan bahwa Asia-Afrika mengarahkan mukanya kepada Soviet karena
mengetahui bahwa negeri ini menghendaki kebebasan seluruh bangsa yang
telah memproklamasikan kemerdekaannya, dan menyebut Soviet sebagai
“mercusuar” dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.
Sebelumnya, November 1959, satu gugus kapal perang Soviet telah
singgah di Jakarta, dan angkatan lau Indonesia membalas kunjungan ini
pada tahun 1961.
Tahun 1962 telah berdiri konsulat Soviet di beberapa kota,
diantaranya, Surabaya, Banjarmasin, dan Medan. Dalam persoalan Irian
Barat, Soviet sangat tegas memihak perjuangan rakyat Indonesia, yang
digambarkannya sebagai perjuangan untuk melikuidasi segala bentuk
kolonialisme.
Terkait bantuan Soviet dalam membina AURI da ALRI saat perjuangan
merebut Irian Barat, Laksamana Martadinata mengatakan, “Uni-soviet
adalah satu-satunya Negara-negara yang siap membantu Indonesia dengan
syarat-syarat yang dapat diterima Indonesia.”
Nah, di bidang militer, yang menjadi inti pembicaraan artikel ini,
Uni Soviet memberikan kepada Indonesia bantuan militer yang tidak ada
bandingannya. Ribuan orang militer Indonesia diajari oleh
instruktur-instruktur Soviet.
Bahkan, menurut sebuah artikel, Soviet memberikan bantuan sangat
besar dalam membangun armada laut dan angkatan udara Indonesia, yang
nilainya mencapai 2,5 milyar USD. Seperti dicatat Dubes Soviet saat ini,
Alexander A Ivanov, ketika Indonesia sibuk menghadapi provokasi
Belanda, negerinya pernah memberikan bantuan 17 kapal perang bagi
Angkatan Laut (AL) Indonesia.
Untuk angkatan perang laut, Indonesia pernah punya satu kapal perang
terbesar dan tercepat di dunia saat itu, buatan Sovyet dari kelas
Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Inilah KRI Irian,
sebuah kapal perang yang memiliki bobot raksasa 16.640 ton dengan awak
sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Bandingkan dengan kapal-kapal
terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1.600 ton.
Untuk angkatan udara, angkatan perang Indonesia menjadi armada udara
paling ditakuti di seluruh dunia. Indonesia dikabarkan memiliki ratusan
pesawat tempur canggih, yaitu 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21
Fishbed, 30 pesawat MiG-15, 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17, dan
10 pesawat supersonic MiG-19.
Pesawat MiG-21 Fishbed (Mikoyan-Gurevich MiG-21), buatan ilmuwan
Soviet, adalah salah satu pesawat supersonic paling canggih jaman itu,
bahkan mengalahkan pesawat tercanggih yang dipunyai AS; pesawat
supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih
mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II, seperti P-51
Mustang.
Indonesia juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16
Tupolev (Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari
hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika,
Rusia, dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi,
Madiun.
Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, yang memiliki
penembak peluru kendali, plus 2 kapal sebagai pasokan suku cadang.
Kesemuanya pensiun begitu Soekarno jatuh, sedangkan satu buah dijadikan
museum disurabaya.
Selain itu, Indonesia juga punya puluhan kapal tempur kelas Corvette,
9 helikopter terbesar di dunia MI-6, 41 helikopter MI-4, berbagai
pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B.
Jika ditotalkan seluruhnya, maka Indonesia mempunyai 104 unit kapal
tempur. Senjata mesin AK-47, senjata buatan Soviet yang sangat populer
pada jamannya, juga pernah dipergunakan oleh angkatan perang Indonesia
di era Bung Karno.
Angkatan perang inilah, ditambah dengan para sukarelawan rakyat,
berhasil mengepung dan membuat gemetar Malaysia selama “68 hari”,
padahal Malaysia didukung sepenuhnya oleh pasukan Inggris, Selandia Baru
dan Australia. Karena kuatnya gempuran Indonesia saat itu, Inggris
harus mengirimkan sejumlah kapal perang, termasuk beberapa kapal induk,
untuk mempertahankan Malaysia. Tidak hanya itu, Royal Air Force harus
mengirim skuadron pesawat tempur dalam jumlah besar untuk mengatasi
gempuran Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Meskipun, karena perseteruan Sino-Soviet, pihak Soviet akhirnya
kurang mendukung politik Bung Karno untuk mengganyang Malaysia. Soviet
menyebut tindakan Bung Karno itu sebagai politik “mengisolasi diri”.
Namun, sebagian pihak menganggap, bahwa sikap Soviet ini sangat
dipengaruhi oleh kebijakan baru mereka; koeksistensi damai.
Apa Artinya Itu?
Situasi-situasi setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan
formal tahun 1949, dibandingkan dengan situasi di hari-hari revolusi,
tidaklah menunjukkan kehidupan normal dari ancaman musuh. Di satu sisi,
bangsa Indonesia harus berjalan terus dengan revolusinya yang memang
belum selesai, sementara, pada pihak lain, gangguan dan rintangan
menghalangi republik baru ini untuk menuntaskan revolusinya.
Tidak terhitung berapa banyak provokasi dan kekacauan yang sengaja
dilakukan oleh imperialisme dan kekuatan pendukungnya di dalam negeri.
Begitu sulitnya perjuangan melewati keadaan-keadaan itu, sehingga Bung
Karno menamainya sebagai “tahap survive”.
“Pukulan-pukulan apapun jang djatuh diatas tubuh kita dimasa jang
lampau, – pukulan-pukulan apapun jang mungkin telah merebuk-redamkan
menghantjur-leburkan bangsa-bangsa lain jang kurang kuat – , kita toh
tetap berdiri, kita toh tetap hidup, kita toh tetap survive”, demikian
dikatakan Bung Karno menggambarkan kehidupan sulit tersebut.
Dan, dalam perjuangan tahap survive itu, yang diantaranya melawan
berbagai gerakan separatis dan intervensi militer negeri-negeri
imperialis, keberadaan angkatan perang telah memainkan peranan yang
penting.
Lebih dari itu, sebagai bangsa yang baru saja terbangun dari
keterpurukan kolonialisme selama ratusan tahun, bangsa Indonesia perlu
dibangunkan kepercayaan dirinya dan diperkuat mentalnya, salah satunya,
melalui pembangunan angkatan perang itu.
Meskipun, harus pula dicatat bahwa dalam berbagai peperangan dan
konfrontasi, Indonesia tidak hanya menonjolkan kekuatan angkatan
perangnya, tetapi juga memperlihatkan mobilisasi dari
sukarelawan-sukarelawan rakyatnya.
Dan, kenapa Soviet yang begitu mengambil peran dalam proyek
pembangunan angkatan perang itu? Jawabannya: Karena hanya Sovietlah,
dari barisan Negara yang berteknologi maju, yang mau dengan tulus
menyokong kemerdekaan Indonesia dan mendukung sikap politik
anti-imperialisme dan anti-kolonialisme Indonesia saat itu. Dan,
terbukti setelah Soekarno jatuh dan hubungan dengan Soviet dilikuidasi,
angkatan perang Indonesia semakin merosot.
Dan, pada kenyataannya, Soviet tidak hanya punya andil dalam
memperkuat angkatan perang Indonesia saat itu, tetapi juga membantu
dalam proyek-proyek pembangunan, seperti jalan raya, pembangunan
gedung-gedung dan arsitekturnya, industri, dan lain sebagainya. Krakatau
Steel, salah satu industri baja terbesar yang pernah dimiliki
Indonesia, adalah hasil kerjasama dengan Soviet, dimana negerinya Lenin
itu mengucurkan dana 100 juta USD untuk membangun industri baja
tersebut.
Kini, setelah angkatan perang dibina oleh rejim-rejim yang ‘jinak”
pada AS, maka angkatan perang Indonesia pun tak lagi disegani oleh
dunia. Angkatan perang Indonesia hanya mempunyai 114 unit kapal perang,
10 pesawat Sukhoi, 67 unit pesawat tempur, dan enam buah pangkalan
pesawat militer.
Bandingkan dengan Korea Utara, negeri kecil yang tidak pernah bisa
digertak AS, memiliki pesawat pembom sekitar 80 buah, Jet tempur 440,
pesawat transportasi 215, Helikopter sebanyak 302. Angkatan Laut Korea
Utara memiliki 63 kapal selam, frigat 3, dan kapal Amphibi sejumlah 261.
Meskipun begitu, sehebat apapun sebuah angkatan perang, tapi kalau
tidak dilandasi oleh sebuah semangat atau patriotisme, maka itu tidak
ada gunanya. Napoleon Bonaparte pernah berkata; “Hanya ada dua kekuatan
di dunia ini; pedang dan semangat ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar